BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sumber-Sumber Akhlak dan Tasawuf
Perlu diberikan penjelasan lebih dahulu mengapa kitab
suci al-Qur’an dan al-Hadits dijadikan dasar pokok ajaran Islam. Seperti
diketahui, umat Islam memahami dan meyakini agama Islam sebagai agama “wahyu”.
Artinya ajaran agama Islam dibangun dan didasarkan dari hasil pemikiran,
penalaran, perenungan dan semacamnya, melainkan berdasar "wahyu".
Wahyu dipahami dan diyakini umat Islam secara keseluruhan sebagai kalam Allah
SWT (Ucapan Allah SWT) yang tersalurkan pesan-pesan yang dimuat di dalamnya
kepada umat manusia lewat perantaraan utusan Allah SWT. Kalam Allah SWT ini
tidak pernah diintervensi (dicampuri) oleh manusia dalam hal ini para utusan
Allah SWT, baik dari segi substansi materi maupun instrument kebahasaannya.
Begitulah yang diyakini oleh umat manusia secara keseluruhan sepanjang
kesejarahannya. Sementara itu, penjelas dalam rangka implementasi konkret kalam
Allah SWT tersebut dalam kehidupan nyata sehari-hari umat manusia, utamanya
umat Islam, maka pada ucapan, perbuatan dan persetujuan (taqrir) utusan Allah
SWT dalam hal ini Rasulullah Muhammad SAW, yang disebut al-Hadits. Secara
ringkas, al-Hadits merupakan jabaran fungsional-praktikal dari al-Qur'an yang
menyebabkan al-Qur’an jadi living (hidup) dalam praktek kehidupan, terutama
pada masa Rasulullah SAW hidup. Sementara itu pula metode dan prosedur untuk
memahami muatan al-Qur’an disebut ilmuTafsir.
Oleh karena ajaran Islam memiliki dasar pokok berupa
Qur’an dan al-Hadits, maka dengan sendirinya Akhlak Tasawuf yang menjadi bagian
dari hasil pemahaman terhadap ajaran Islam itupun sumbernya juga harus dari
al-Qur’an dan al-Hadits.
1. Sumber dari Al-Qur’an dan Hadits
tentang Akhlak
1.1Sumber dari Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an
kata yang berkaitan dengan akhlak diantaranya adalah surat as-Syu’ara’ ayat
137, yang berbunyi:
إِنْ هَذَا
إِلَّا خُلُقُ الْأَوَّلِينَ
Artinya:”(Agama
kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang dahulu.”
Lalu dalam
surat al-Qalam ayat 4 berbunyi:
وَإِنَّكَ
لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya:”Sesungguhnya
engkau (Muhammad) adalah orang yang berakhlak sangat mulia.”
Dua ayat ini, baik dilihat dari asal kata dan muatan
kata, dapat dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa istilah akhlak memang
terdapat dalam al-Qur’an. Hanya saja bila dilihat dari konteks ayat, terdapat
perbedaan muatan akhlak di dalamnya. Dalam surat as-Syu’ara ayat 137 istilah
akhlak diartikan sebagai “adat kebiasaan buruk” dari seorang umat nabi Hud AS.,
sedangkan istilah akhlak yang termuat dalam surat al-Qalam ayat 4 adalah dalam
konteks budi pekerti yang agung atau luhur” dari sosok nabi Muhammad SAW.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka akhlak dapat disebut “akhlak yang baik”
dan juga disebut “akhlak yang buruk”
1.2 Sumber dari Hadis
Adapun hadis yang menjelaskan tentang akhlak antara lain:
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَاتِ قَائِمِ اللَّيْلِ
صَائِمِ النَّهَارِ (مسند أحمد)
‘Aisyah – semoga Allah meridhainya – berkata, “Aku mendengar
Nabi – shallallaahu ‘alaihi wassalaam – berkata, sungguh orang-orang yang
beriman dengan akhlak baik mereka bisa mencapai (menyamai) derajat mereka yang
menghabiskan seluruh malamnya dalam sholat dan seluruh siangnya dengan
berpuasa.” [Musnad Imam Ahmad]
Kemudian dalam riwayat
Tirmidzi juga rasulullah pernah bersabda:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ
خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا (الترمذى)
“Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah ia yang
memiliki akhlak terbaik. Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik
akhlaknya kepada pasangannya.” (Hadits riwayat Tirmidzi)
2. Sumber dari Al-Qur’an dan Hadis tentang Tasawuf
2.1 Sumber dari
Al-Qur’an
Istilah tasawuf secara eksplisit
kebahasaan tidak pernah disebut dalam al-Qur’an. Sebagian besar ulama tasawuf
sepakat bahwa masalah tasawuf tersebut secara implisit (tersirat) dan termuat
dalam istilah “zuhud”. Sementara itu istilah zuhud (yang berarti orang yang
tidak merasa tertarik terhadap sesuatu), hanya terdapat satu kali ditulis dalam
al-Qur’an yaitu dalam surat Yusuf ayat 20:
وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ
وَكَانُواْ فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ
Artinya: Dan mereka menjual yusuf
dengan harta yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka (anggota
kafilah dagang) itu tidak merasa tertarik hati mereka terhadapnya (Yusuf).
Dari cara penelusuran payung ayat
seperti di atas, maka banyak konsep dalam ajaran Tasawuf (yakni ajaran tasawuf
yang telah disistem menjadi sebuah disiplin ilmu fann al-‘ilm) yang
dicari-carikan paying ayatnya dalam al-Qur’an, sekedar contoh yang dikutipkan
dari beberapa kata kunci mengenai maqam (terminal ruhani), antara lain
kata-kata kunci: taubat, sabar, faqr, zuhud, tawakkal, mahabbah, ma’rifah,
ridha dan sebagainya.
Kata kunci “taubat” antara lain di dasarkan pada Surat al-Baqarah ayat 222:
Kata kunci “taubat” antara lain di dasarkan pada Surat al-Baqarah ayat 222:
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya : . . . .Seseungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan Dia menyukai orang-orang yang menyucikan
diri.
Kata kunci “sabar” antara lain didasarkan
pada surat al-Mu’min atau Ghafir ayat 55 yang berbunyi:
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ
Artinya: Maka bersabarlah engkau,
karena sesungguhnya janji Allah itu benar.....
Kata kunci “Faqr”' dikaitkan dengan surat Thaha ayat 2:
Kata kunci “Faqr”' dikaitkan dengan surat Thaha ayat 2:
مَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى
Artinya: Kami tidak menurunkan
al-Qur’an ini kepadamu agar menjadi sengsara.
Kata kunci “tawakkal” dikaitkan dengan surat ath-Thalaq ayat 3 berbunyi:
Kata kunci “tawakkal” dikaitkan dengan surat ath-Thalaq ayat 3 berbunyi:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Artinya: ....dan barang siapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.
Kata kunci “mahabbah” dikaitkan
antara lain dengan surat Ali Imran ayat 31
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
Artinya: Katakanlah: “Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan Dia
akan mengampuni dosa-dosamu....” Kata kunci “ma’rifah” dikaitkan antara lain
dengan surat Qaf ayat 16:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا
تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Artinya: Dan sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan
Kami lebih dekat dengannya daripada urat lehernya.
Yang terakhir kata kunci “ridla” dikaitkan dengan surat al-Maidah ayat 119:
Yang terakhir kata kunci “ridla” dikaitkan dengan surat al-Maidah ayat 119:
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ ذَلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: ....Allah ridha terhadap
mereka dan merekapun ridha terhadap-Nya; itulah keberuntungan yang sangat
besar.
Mencermati contoh-contoh ayat di
atas, maka dalam peristilahan maqam ada beberapa kata kunci yang dari asal
kata-katanya memang dapat dirujukan pada al-Qur’an, seperti kata kunci “taubat”
(Surat al-Baqarah ayat 222), “sabar” (Surat al-Mu’min/Ghafir ayat 55), “zuhud”
(Surat Yusuf ayat 20), “tawakkal” (Sura at-Thalaq ayat 3), “mahabbah” (Surat
Ali Imran ayat 31), “ridla” (Surat al-Maidah ayat 119). Sementara itu kata
kunci “faqr” (Surat Thaha ayat 2) dan kata kunci “ma’rifah” (Surat Qaf ayat 16)
dipahami secara implisit terhadap muatan pesan ayat-ayat tersebut.
Masih banyak lagi ayat-ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang Tasawuf diantaranya Q.S. Al-Ahzab ayat
41-42, Q.S Al-Baqarah ayat 185, Q.S Al-Baqarah ayat 115.
2.2 Sumber dari Hadits
Selain ayat
ayat Al-Qur’an di atas, terdapat juga Hadits-hadits yang menerangkan untuk
selalu mendekatkan diri pada Allah, mencintai-Nya dan selalu berdzikir
kepada-Nya. Diantara nya adalah:
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
Artinya:
“Barangsiapa yang mengetahui dirinya sungguh
ia mengetahui Tuhannya”.
كُنْتُ كَنْزًا مُخْفِيًافَاَحْبَبْتُ اَنْ اُعْرَفَ
فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِيْ عَرَفُوْنِ.
Artinya: “Aku
pada mulanya adalah harta yang tersembunyi kemudian aku ingin di kenal, maka
Aku ciptakanlah makhluk dan melalui Aku merekapun mengenal pada-Ku”. (Hadits
Qudsi)
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ قَال: قَال
رَسُوْلُ الله صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ اَنَا
عِنْدَ ظَنِّ عَنْدِي بِي وَاَنَا مَعَهُ حِيْنَ يَذْكُرُنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي
نَفْسِهِ وَاِنْ ذَكَرَ نِي فِيْ مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلاَءٍ هُمْ خَيْرُ
مِنْهُ وَاِنِ اقْتَرَبَ اِلَيَّ شِبْرًاتَقَرَّبْتُ اِلَيه ذِرَاعًا وَاِنِ اقْتَرَبَ اِلَيَّ ذِرَاعًا اِقْتَرَبَ
اِلَيه بَاعًا وَاِنْ اَتَنِس مَاشِيًا اَتَيْتُهُ هِرْوَلَةً. رواه مسلم
Artinya : “Dari
Abi Hurairah ra. Beliau berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Berfirman Allah
Maha Mulia dan Maha Agung: “Aku adalah menurut persangkaan hamba-Ku pada
diri-Ku dan Aku besertanya di kala ia menyebut asma-Ku. Apabila ia menyebut-Ku pada
dirinya secara sirri, maka Akupun akan menyebutnya dengan pahala dan rahmat
secara rahasia. Andaikata ia menyebut-Ku pada suatu perkumpulan, maka Akupun
akan menyebutnya pada suatu perkumpulan yang lebih baik. Dan anadaikata ia
mendekat pada-Ku dengan sejengkal, maka Aku akan menyebutnya dengan satu elo
(dari siku sampai ujung jari) selanjutnya bila ia mendekat pada-Ku satu elo,
maka Aku dekati ia sehasta. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka
Aku akan datang padamu dengan cepat-cepat”.(H.R.Muslim)
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ قَال: قَال
رَسُوْلُ الله صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم اِنَّ اللهَ تَعَال قَال مَنْ
عَادَلِي وَلِيًّا فَقَدْ اَذَنْتُهُ بِالحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ اِلَيَّ عَبْدِيْ
بِشَئٍ اَحَبَّ اِلَيَّ مِمَّاافْتَرَضْتً عَلَيه وَمَا يَزَالُ عَبْدِي
يَتَقَرَّبُ اِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّي اَحِبَّهُ فَإِذَ اّحْبَبْتُهُ كُنْتُ
سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ
الَّتِي يُبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَلَئِنْ سَأَلَنِيْ
لاَاَعْطَيْتُهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيْذَنَّهُ. رواه البغاري.
Artinya:”Dari
Abi Hurairah ra., berkata:”Rasulullah SAW.,:”Sesungguhnya Allah telah berfirman
“siapa yang memusuhi seorang kekasih-Ku, maka Aku menyatakan perang padanya.
Dan tiada mendekat kepada seseorang hamba-Ku dengan sesuatu yang lebih Kusukai
daripada menjalankan kewajibannya dan selalu seorang hamba-Ku mendekat
kepada-Ku dengan melakukan sunah-sunah, sehingga Kusikai, maka apabila Aku
telah mengasihinya, Akulah yang menjadi pendengaran dan penglihatannya, sebagai
tangan yang dipergunakannya dan kaki yang dijalankannya dan apabila ia memohon
kepada-Ku pasti Kukabulkan dan jika berlindung kepada-Ku pasti Kulindungi”.(H.R
Bukhori).
Demikian
ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits rasulullah SAW. Yang kami nukil sebagian
untuk menguatkan keterangan bahwa tassawuf tumbuh dan berkembang dari pengaruh
ajaran islam itu sendiri.
No comments:
Post a Comment