PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu.[1] Artinya setiap orang yang ingin dirinya mampu
untuk memahami sesuatu atau ingin mengetahui tentang ilmu-ilmu yang lain, maka
hal itu disebut belajar. Belajar tidak hanya sebatas di kelas atau di lembaga
pendidikan saja, namun belajar lebih luas lagi baik itu dalam dunia pendidikan
maupun hal yang lainnya seperti belajar bela diri, belajar bermasyarakat,
belajar bercocok tanam dan sebagainya juga disebut sebagai belajar.
Belajar
(Wina Sanjaya, 2009: 107) adalah proses berpikir. Belajar berpikir yaitu menekankan
pada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antar individu
dengan lingkungannya.
Belajar
menurut Klien dalam Conny (2008:4) adalah proses pengalaman yang menghasilkan
perubahan perilaku yang relatif permanen dan yang tidak dapat dijelaskan dengan
kedewasaan, atau tendensi alamiah. Artinya memang belajar tidak terjadi karena
proses kematangan dari dalam saja melainkan juga karena pengalaman yang
perolehannya bersifat eksistensial.
Menurut
Ausubel yang dikutip oleh Erman Suherman, (2003:32), dalam teorinya ia
membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar
menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghapalnya
tetapi pada
belajar menemukan, konsep
ditemukan oleh siswa
dengan bimbingan guru, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Pada
belajar menghapal, siswa menghapal materi yang diperolehnya tetapi pada belajar
bermakna materi yang telah diperoleh dikembangkan dengan keadaan lain sehingga
belajarnya lebih bermakna.
Menurut Jerome
Bruner dalam Erman
Suherman (2003: 43), mengatakan bahwa belajar matematika
akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan
struktur-struktur yang terbuat dalam
pokok bahasan yang
diajarkan, di samping hubungan
yang terkait antara konsep-konsep
dan struktur-struktur. Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam
proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda
(alat peraga). Melalui alat peraga tersebut, anak akan melihat langsung bagaimana
keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya
itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan
intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Menurut
Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:10), belajar merupakan kegiatan yang
kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar memiliki
keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut
dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh
guru. Sehingga belajar menurut Gagne adalah seperangkat proses kognitif yang
mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi
kapabilitas baru.[2]
Tiga
komponen belajar adalah
a. Kondisi eksternal.
b. Kondisi internal dan
c. Hasil belajar.
Menurut
conbach dalam bukunya Educational psycology menyatakan bahwa learning is
shown by a change in behavior as a result of experience maksudnya adalah belajar
ditunjukkan oleh perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.[3]
Dari
berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu
proses memperoleh pengetahuan dan
pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kebiasaan yang relatif
permanen atau menetap karena adanya
interaksi individu dengan
lingkungan dan dunia nyata. Melalui proses belajar seseorang
akan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih baik.
B. Pengelolaan Kelas
Beberapa
definisi mengenai pengelolaan kelas menurut para ahli adalah sebagai berikut :
Pengelolaan
kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar
mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapai kondisi optimal sehingga
dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan. (Dr. Suharsimi
Arikunto, Pengelolaan Kelas dan siswa : 1987 : 68).
Pengelolaan
kelas adalah kegiatan mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran dan
menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi. (Pengelolaan belajar dan kelas,
E. Komar dan Uus Rusnadi 1993 : Pengelolaan kelas adalah usaha dari pihak guru
untuk menata kehidupan kelas yang dimulai daari perencanaan kurikulumnya,
penataan prosedur dan sumber belajarnya, lingkungannya untuk memaksimalkan efisiensi,
memantau kemajuan siswa dan mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul.
(Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyar, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar
Mengajar, 1992 : 113).
Jadi,
dari beberapa definisi di atas saya bisa menyimpulkan bahwa tentang pengertian pengelolaan kelas, dapat
saya simpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah kegiatan yang terencana yang
sengaja dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan
kondisi yang optimal, membangun iklim sosio-emosional yang positif serta
menciptakan suasana hubungan interpersonal yang baik. Sehingga diharapkan proses
belajar dan mengajar dapat berjalan secara efektif dan efisien, sehingga
tercapai tujuan pembelajaran.
C. Perlunya Strategi Pengelolaan
Kelas
Peningkatan
mutu pendidikan akan tercapai apabila proses belajar mengajar yang
diselenggarakan di kelas benar-benar efektif dan berguna untuk mencapai
kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diharapkan. Karena pada
dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan, di antaranya guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu
guru dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya, guru yang kompeten
akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih
mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang
optimal. Adam dan Decey (dalam Usman, 2003) mengemukakan peranan guru dalam
proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
a.
guru sebagai demonstrator
b.
guru sebagai pengelola kelas
c. guru sebagai mediator dan fasilitator
d.
guru sebagai evaluator
Sebagai
tenaga profesional, seorang guru dituntut mampu mengelola kelas yaitu
menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya
tujuan pengajaran. Menurut Amatembun (dalam Supriyanto, 1991:22) “Pengelolaan
kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan dan
mempertahankan serta mengembang tumbuhkan motivasi belajar untuk mencapai
tujuan yang telah di tetapkan”. Sedangkan menurut Usman (2003:97) “Pengelolaan
kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar
mengajar yang efektif”. Pengelolaan dipandang sebagai salah satu aspek
penyelenggaraan sistem pembelajaran yang mendasar, di antara sekian macam tugas
guru di dalam kelas.
Berdasarkan
uraian di atas, maka fungsi pengelolaan kelas sangat mendasar sekali karena
kegiatan guru dalam mengelola kelas meliputi kegiatan mengelola tingkah laku
siswa dalam kelas, menciptakan iklim sosio emosional dan mengelola proses
kelompok, sehingga keberhasilan guru dalam menciptakan kondisi yang
memungkinkan, indikatornya proses belajar mengajar berlangsung secara efektif.
Cara
agar pembelajaran di kelas menjadi menyenangkan adalah guru sebagai pendidik
harus mampu memiliki keikhlasan yang tinggi dalam mengajar. Setelah ikhlas
tumbuh di hati, maka akan terlihatlah kebahagiaan seorang guru. Guru pun
menjadi senang. Ketika guru senang, maka akan terlihat wajah yang penuh dengan
senyuman. Dari wajah yang penuh senyuman manis inilah pembelajaran yang menyenangkan
dimulai.
Sering kali guru kurang memperhatikan hal yang
kecil ini. Terlalu menganggap media pembelajaranlah yang membuat pembelajaran
itu menjadi menyenangkan. Bukan karena senyuman atau kebahagiaan seorang guru.
Beberapa tips yang dapat menjadi panduan dalam menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan:
1. Ciptakan iklim yang nyaman buat
anak didik Anda
Iklim
yang nyaman akan menghilangkan kecanggungan siswa, baik sesama guru maupun
antar siswa sendiri. Hal ini juga bisa mendorong siswa untuk mengajukan
pertanyaan, sehingga komunikasi antara pendidik dan anak didik dapat terbangun.
Sebagai pengajar, Anda dapat menjelaskan kepada siswa bahwa tidak akan ada
siswa lain yang akan mengejek ketika ia bertanya. Beri motivasi kepada siswa
bahwa dengan bertanya, akan memudahkannya untuk lebih mengetahui tentang
sesuatu hal daripada hanya diam mendengarkan.
2. Dengarkan dengan serius setiap
komentar atau pertanyaan yang diajukan
oleh siswa Anda.
Jika
siswa Anda mengajukan pertanyaan, sebisa mungkin fokus dan memperhatikannya.
Meski sederhana, hal ini akan menumbuhkan kepercayaan diri siswa karena ia
merasa diperhatikan. Seringkali siswa merasa kurang percaya diri sehingga
enggan untuk memberikan kontribusi di dalam kelas.
3. Beri pertanyaan yang mudah
dijawab
Jika
hal di atas belum juga berhasil untuk mengajak siswa memberikan komentar atau
pertanyaan, giliran Anda untuk mengajukan pertanyaan memancing yang bisa
membuat anak didik Anda tidak lagi bungkam di dalam kelas. Pastikan pertanyaan
Anda mampu dijawab oleh siswa, sehingga saat menjawab secara tidak langsung
melatih siswa untuk berbicara.
4. Biarkan siswa mengetahui
pelajaran sebelum kelas dimulai
Minta
agar para siswa mempelajari bahan yang nantinya akan Anda tanyakan. Sehingga,
ia akan mempersiapkannya terlebih dulu. Jika saat anda bertanya dan para siswa
tidak merespon, ubah format pertanyaan anda yang hanya membutuhkan jawaban
"ya" atau "tidak".
5. Jangan ragu memberikan pujian
kepada siswa
Anda juga
bisa mencoba dengan memuji setiap komentar yang diajukan oleh anak didik Anda.
Misalnya, "Oh, itu ide yang sangat bagus" ,atau "Pertanyaan kamu
bagus, itu tidak pernah saya pikirkan sebelumnya”.
D. Peran Guru dalam Strategi
Pengelolaan Kelas
Dalam
proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan
memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai
tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk
membantu proses perkembangan siswa.[4]
Dan
jika guru tidak memiliki kompetensi pengelolaan kelas yang baik proses belajar
mengajar tidak akan berjalan dengan optimal karena kompetensi sangat diperlukan
dalam pengelolaan kelas. Pengaruh kemampuan guru dalam pengelolaan kelas
terhadap keberhasilan belajar siswa. Guru yang mempunyai kemampuan pengelolaan
kelas yang baik akan meningkatkan potensi belajar siswa, mutu pendidikan dan
tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Serta mutu proses pembelajaran, hal ini
tergantung dari kemampuan guru dalam penyampaian materi kepada siswa. Dan jika
guru tidak mempunyai kemampuan pengelolaan kelas yang baik, akan
mengakibatkan prestasi belajar siswa
rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan dan akan
menghambat proses belajar mengajar, karena kondisi kelas yang kurang optimal.
Pada
dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan, di antaranya guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu
guru dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya, guru yang kompeten
akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih
mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang
optimal. Adam dan Decey (dalam Usman, 2003) mengemukakan peranan guru dalam
proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: (a) guru sebagai demonstrator,
(b) guru sebagai pengelola kelas, (c) guru sebagai mediator dan fasilitator dan
(d) guru sebagai valuator.
a. Guru Sebagai Demonstrator
Guru
menjadi sosok yang ideal bagi siswanya hal ini dibuktikan apabila ada orang tua
yang memberikan argumen yang berbeda dengan gurunya maka siswa tersebut akan
menyalahkan argumen si orangtua dan membenarkan seorang guru. Guru adalah acuan
bagi peserta didiknya oleh karena itu segala tingkah laku yang dilakukannya
sebagian besar akan ditiru oleh siswanya. Guru sebagai demonstrator dapat
diasumsikan guru sebagai tauladan bagi siswanya dan contoh bagi peserta didik.
b. Guru Sebagai Evaluator
Evaluator
atau menilai sangat penting adalah rangkaian pembelajaran karena setiap
pembelajaran pada akhirnya adalah nilai yang dilihat baik kuantitatif maupun
kualitatif. Rangkaian evaluasi meliputi persiapan, pelaksanaan, evaluasi.
Tingkat pemikiran ada beberapa tingkatan antara lain :
Mengetahui
- Mengerti - Mengaplikasikan - Analisis - Sintesis (analisis dalam berbagai
sudut) – Evaluasi
Manfaat
evaluasi bisa digunakan sebagai umpan balik untuk siswa sehingga hasil nilai
ini bukan hanya suatu point saja melainkan menjadi solusi untuk mencari
kelemahan di pembelajaran yang sudah diajarkan. Hal -hal yang paling penting
dalam melaksanakan evaluasi. Harus dilakukan oleh semua aspek baik efektif,
kognitif dan psikomotorik. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan pola
hasil evaluasi dan proses evaluasi. Evalusi dilakukan dengan berbagai proses instrumen
harus terbuka
c. Guru Sebagai Pengelola Kelas
Mengatur
kelas, tanpa kemampuan ini maka performence dan karisma guru akan menurun,
bahkan kegiatan pembeajaran bisa kacau tanpa tujuan. Guru Sebagai Pengelola
Kelas, agar anak didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk
senantiasa belajar di dalamnya. Beberapa fungsi guru sebagai pengelola kelas :
Merancang tujuan pembelajaran mengorganisasi beberapa sumber pembelajaran
Memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa. Ada 2 macam dalam memotivasi
belajar bisa dilakukan dengan hukuman atau dengan reaward Mengawasi segala
sesuatu apakah berjalan dengan lancar apa belum dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran
d.
Guru Sebagai Fasilitator
Seorang
guru harus dapat menguasai benar materi yag akan diajarkan juga media yang akan
digunakan bahkan lingkungan sendiri juga termasuk sebagai sumber belajar yang
harus dipelajari oleh seorang guru. Seorang siswa mempunyai beberapa kemampuan
menyerap materi berbeda-beda oleh karena itu pendidik harus pandai dalam
merancang media untuk membantu siswa agar mudah memahami pelajaran.
Keterampilan untuk merancang media pembelajaran adalah hal yang pokok yang
harus dikuasai, sehingga pelajaran yang akan diajarkan bisa dapat diserap
dengan mudah oleh peserta didik. Media pembelajaran di dalam kelas sangat
banyak sekali macamnya misalkan torsu, chart maket, LCD, OHP/OHT, dll.[5]
Dalam
melakukan pembelajaran seorang guru juga harus mempunyai pendekatan, pendekatan
tersebut di antaranya yaitu:
1. Pendekatan konstektual
Pendekatan
Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa
makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.
Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai
hidupnya nanti.
2. Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan
konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang lebih menekankan
pada tingkat kreativitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang dapat
diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan. Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran
guru hanya sebagai pembimbing dan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. oleh
karena itu, guru lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide baru yang sesuai dengan materi yang
disajikan untuk meningkatkan kemampuan siswa secara pribadi.
3. Pendekatan Deduktif
Pendekatan
deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk
menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis
yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik
lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai
pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus.
4. Pendekatan Induktif
Pendekatan
induktif menekankan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan
pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan
pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum.
5. Pendekatan Konsep
Pendekatan
konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik menguasai konsep secara
benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep
adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama.
Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.
6. Pendekatan Proses
Pendekatan
proses adalah pendekatan yang berorientasi pada proses bukan hasil. Pada
pendekatan ini peserta didik diharapkan benar-benar menguasai proses.
Pendekatan ini penting untuk melatih daya pikir atau mengembangkan kemampuan
berpikir dan melatih psikomotor peserta didik. Dalam pendekatan proses peserta
didik juga harus dapat mengilustrasikan atau memodelkan dan bahkan melakukan
percobaan.
E. Pengaturan Kelas
Pengaturan
kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap
problem dan situasi kelas.[6] Tugas
utama guru adalah menciptakan suasana di dalam kelas agar terjadi interaksi
belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik dan
bersungguh-sungguh. Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut
menentukan berhasil tidaknya pengajaran, dalam arti tercapainya tujuan-tujuan instruksional,
sangat bergantung kepada kemampuan mengatur kelas. Untuk menciptakan suasana
yang dapat menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, dan
lebih memungkinkan guru memberikan bimbingan dan bantuan terhadap siswa dalam
belajar, diperlukan pengorganisasian kelas yang memadai. Pengorganisasian kelas
adalah suatu rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan
organisasi kelas yang efektif, misalnya:
1. Pengaturan penggunaan waktu yang tersedia untuk setiap pelajaran.
2. Pengaturan ruangan dan perabotan pelajaran di kelas agar
tercipta suasana yang menggairahkan dalam belajar.
3. Pengelompokan siswa dalam belajar disesuaikan dengan minat
dan kebutuhan siswa itu sendiri.
F. Penerapan Suatu Sistem dalam
Pengelolaan Kelas
Mengelola
kelas itu merupakan pembuatan
keputusan-keputusan yang direncanakan bukan keputusan-keputusan spontan
yang diambil dalam keadaan darurat jika seorang guru, dalam keadaan marah dan
frustrasi menyuruh terhadap siswa kepada kepala sekolah dan di situ ditegur,
mungkin si guru telah tenang kembali
merasa bahwa hukuman tersebut terlalu berat apabila telah terjadi lagi
pelanggaran serupa oleh siswa lain haruskah guru berbuat seperti itu lagi? Jika
demikian, ia bertindak tidak adil tetapi tidak bertindak demikian ,ia tidak
konsisten biasanya antisipasi terhadap timbulnya masalah-masalah di kelas akan
menolong guru dari dilema-dilema seperti
itu. Dasar dari pendekatan yaitu bahwa perilaku yang baik di kelas sebagian
dapat dibentuk dengan cara memberikan ganjaran atau tidak.
1. Teknik mendekati.
Bila seorang siswa mulai bertingkah, satu
teknik yang biasanya efektif yaitu teknik mendekatinya. Kehadiran guru bisa
membuatnya takut, dan karena itu dapat menghentikannya dari perbuatan yang
disruptif , tanpa perlu menegur andai kata siswa mulai menampakkan
kecenderungan berbuat nakal, memindahkan tempat duduknya ke meja guru dapat
berefek preventif.
2. Teknik memberikan isyarat.
Apabila siswa berbuat penakalan kecil, guru
dapat memberikan isyarat bahwa ia sedang diawasi isyarat tersebut dapat berupa
petikan jari, pandangan tajam, atau lambaian tangan.
3. Teknik mengadakan humor.
Jika
insiden itu kecil, setidaknya guru memandang efek saja, dengan melihatnya
secara humoristis, guru akan dapat mempertahankan suasana baik, serta
memberikan peringatan kepada si pelanggar bahwa ia tahu tentang apa yang akan
terjadi.
4. Teknik tidak mengacuhkan.
Untuk
menerapkan cara ini guru harus luwes dan
tidak perlu menghukum setiap pelanggaran yang diketahuinya. Dalam kasus-kasus
tertentu, tidak mengacuhkan kenakalan justru dapat membawa siswa untuk di
perhatikan.
5. Teknik yang keras.
Guru
dapat menggunakan teknik-teknik yang keras apabila ia di hadapkan pada perilaku
disruptif yang jelas tidak tarkendalikan. Contohnya mengeluarkannya dalam
kelas.
6. Teknik mengadakan diskusi secara
terbuka.
Bila
kenakalan di kelas mulai bertambah, sering guru menjadi heran. ia lalu menilai
kembali tindakan dan pengajarannya. untuk menjelaskan perbuatan-perbuatan
siswa-siswanya. Dan menciptakan suasana belajar yang sedikit lebih sesuai
daripada sebelumnya.
7. Teknik memberikan penjelasan tentang
prosedur.
Kadang-kadang
masalah kedisiplinan ada hubungannya yang langsung dengan ketidakmampuan siswa
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Kesulitan ini terjadi apabila guru
berasumsi bahwa siswa memiliki keterampilan, padahal sebenarnya tidak. masalah
yang hampir sama yaitu masalah-masalah perilaku yang lazimnya berhubungan
dengan peristiwa-peristiwa yang tidak biasa di kelas.
8.
Mengadakan analisis.
Kadang-kadang
terjadi hampir terus menerus berbuat kenakalan, guru dapat mengetahui masalah
yang akan dihadapinya dan mengurangi keresahan siswanya.
9. Mengadakan perubahan kegiatan.
Apabila
gangguan di kelas meningkat jumlahnya, tindakan yang harus segera di ambil
yaitu mengubah apa yang sedang anda lakukan. Jika biasanya diskusi, maka
ubahlah dengan memberikan ringkasan-ringkasan untuk dibaca atau menyuruh mereka
membaca buku-buku pilihan mereka.
10. Teknik menghimbau.
Kadang-kadang guru sering mengatakan, “harap
tenang”. Ucapan tersebut adakalanya membawa hasil; siswa memperhatikannya.
Tetapi apabila himbauan sering digunakan mereka cenderung untuk tidak
menggubrisnya.
G. Matematika
Istilah
mathematics (Inggris), mathematic (Jerman) atau mathematick/wiskunde (Belanda)
berasal dari perkataan lain mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan
Yunani, mathematike, yang berarti relating
to learning. Perkataan
itu mempunyai akar
kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu
(knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan
sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathematein yang
mengandung arti belajar
(berpikir) (Erman Suherman,
2003:18).
Matematika
terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses,
dan penalaran (Erman Suherman, 2003:16).
Matematika
terdiri dari empat wawasan yang luas, yaitu: Aritmetika, Aljabar, Geometri dan
Analisis. Selain itu matematika adalah ratunya ilmu, maksudnya bahwa matematika
itu tidak bergantung pada bidang studi lain.
Sementara
menurut Depdiknas (2006: 346) bahwa matematika meliputi aspek-aspek bilangan,
aljabar, geometri dan pengukuran serta statistika dan peluang.
Senada
dengan pendapat tersebut, James dan James dalam kamus matematikanya (Erman
Suherman, 2003:16) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep- konsep yang berhubungan satu
dengan yang lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Matematika
adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata cara berpikir dan mengolah
logika, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif (Erman Suherman,
2003:298).
Menurut
Johnson dan Rising dalam bukunya yang dikutip oleh Erman Suherman (2003:17)
mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengkoordinasikan,
pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah
yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan
akurat, presentasinya dengan
simbol dan padat,
lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai
bunyi.
Dari
definisi-definisi tersebut di atas, dengan menggabungkan definisi-
definisi maka gambaran pengertian
matematikapun sudah tampak. Semua definisi itu dapat diterima, karena memang
dapat ditinjau dari segala aspek, dan matematika itu sendiri memasuki seluruh
segi kehidupan manusia, dari segi paling sederhana sampai kepada yang paling
rumit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan kumpulan ide-ide
yang bersifat abstrak dengan struktur-struktur deduktif, mempunyai peran
yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
H. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika
bagi para siswa
merupakan pembentukan pola pikir
dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara
pengertian-pengertian itu. Dalam
pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh
pemahaman melalui pengalaman tentang
sifat-sifat yang dimiliki dan
yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Siswa
diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau
menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel
dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal
cerita atau soal- soal uraian matematika lainnya
NCTM (National Coucil
of Teachers of
Mathematics)
merekomendasikan
4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu :
a. Matematika sebagai pemecahan masalah.
b. Matematika sebagai penalaran.
c. Matematika sebagai komunikasi, dan
d. Matematika sebagai hubungan (Erman Suherman, 2003:298).
Matematika
perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.
Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan (Depdiknas, 2006:346) menyebutkan
pemberian mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
a.
Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasi konsep atau logaritma
secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
b.
Menggunakan penalaran pada pola
dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c.
Memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
d.
Mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan/masalah.
e.
Memiliki sifat menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu: memiliki rasa
ingin tahu, perhatian,
dan minat dalam
pelajaran matematika serta sikap
ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan umum
pertama, pembelajaran matematika pada
jenjang pendidikan dasar dan
menengah adalah memberikan
penekanan pada penataan latar
dan pembentukan sikap
siswa. Tujuan umum
adalah memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan
matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari
ilmu pengetahuan lainnya.
Fungsi
mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan
(Erman Suherman, 2003:56). Pembelajaran matematika di sekolah menjadikan guru
sadar akan perannya sebagai motivator dan pembimbing siswa dalam pembelajaran
matematika di sekolah.
BAB III
PENUTUP
a.
Simpulan
Adapun
yang dimaksud dengan belajar adalah proses
yang dilakukan seseorang
untuk mendapatkan perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya. Artinya belajar akan memberikan kita perubahan berupa tambahan
ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan kita sehari-hari. Pengalaman
dan ilmu-ilmu tersebut dapat diperoleh melalui berbagai sumber, misalnya dari
buku, dari guru atau bahkan mencari sendiri dari sumber lainnya.
Dalam belajar kita sangat membutuhkan strategi yang
handal sehingga dengan strategi tersebut mampu meningkatkan hasil belajar dari
siswa. Dalam hal strategi, guru merupakan orang yang wajib dalam menemukan
sebuah strategi yang cocok bagi siswanya. Dengan kata lain, gurulah yang paling
besar pengaruhnya dalam proses belajar mengajar.
Strategi
dalam belajar mengajar juga sangat dibutuhkan bagi pelajaran matematika, karena
matematika merupakan pelajaran eksak yang kebanyakan siswa kesulitan dalam
mempelajarinya. Sesulit apapun suatu pelajaran akan bisa teratasi degan strategi
yang baik dan sesuai.
b.
Saran
Pemakalah
berharap agar kita mampu menemukan dan menggunakan strategi yang baik sehingga
nantinya akan kita realisasikan di dalam kelas. Secara otomatis harapan juga
timbul yaitu berharap agar siswa-siswa yang kita ajarkan suatu pelajaran dapat
memahami pelajaran tersebut hingga sempurna atau maksimal.
DAFTAR PUTAKA
Slamet.
Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Dimayanti.
Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Suryabrata,
Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995
Djiwandono,
Sri Esti Wuryani. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo, 2008
Djamarah,
Saiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta, 2010
[1] Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI)
[2] Dimyati, Mudjiono, Belajar
dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.142
[3] Sumadi Sryabrata,
Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), Cet.7 h.
247
[4] Slamet, Belajar dan
faktor-faktor yang mempengaruhi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 97
[5] Sri Esti Wuryani
Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2008 Edisi Revisi)
h. 28
[6] Syaiful Bahri Djamarah, Guru
dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rina Cipta, 2010, h. 172