Wednesday, 10 December 2014

Belajar dan Pembelajaran


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.[1]  Artinya setiap orang yang ingin dirinya mampu untuk memahami sesuatu atau ingin mengetahui tentang ilmu-ilmu yang lain, maka hal itu disebut belajar. Belajar tidak hanya sebatas di kelas atau di lembaga pendidikan saja, namun belajar lebih luas lagi baik itu dalam dunia pendidikan maupun hal yang lainnya seperti belajar bela diri, belajar bermasyarakat, belajar bercocok tanam dan sebagainya juga disebut sebagai belajar.
Belajar (Wina Sanjaya, 2009: 107) adalah proses berpikir. Belajar berpikir yaitu menekankan pada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antar individu dengan lingkungannya.
Belajar menurut Klien dalam Conny (2008:4) adalah proses pengalaman yang menghasilkan perubahan perilaku yang relatif permanen dan yang tidak dapat dijelaskan dengan kedewasaan, atau tendensi alamiah. Artinya memang belajar tidak terjadi karena proses kematangan dari dalam saja melainkan juga karena pengalaman yang perolehannya bersifat eksistensial.
Menurut Ausubel yang dikutip oleh Erman Suherman, (2003:32), dalam teorinya ia membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghapalnya
tetapi  pada  belajar  menemukan,  konsep  ditemukan  oleh  siswa  dengan bimbingan guru, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Pada belajar menghapal, siswa menghapal materi yang diperolehnya tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih bermakna.
Menurut   Jerome   Bruner   dalam   Erman   Suherman   (2003:   43), mengatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam  pokok  bahasan  yang  diajarkan,  di samping  hubungan  yang  terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga tersebut, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:10), belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh guru. Sehingga belajar menurut Gagne adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.[2]
Tiga komponen belajar adalah
a.    Kondisi eksternal.
b.    Kondisi internal dan
c.    Hasil belajar.
Menurut conbach dalam bukunya Educational psycology menyatakan bahwa learning is shown by a change in behavior as a result of experience maksudnya adalah belajar ditunjukkan oleh perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.[3]
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses  memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kebiasaan yang relatif permanen atau menetap  karena  adanya  interaksi  individu  dengan  lingkungan  dan  dunia nyata. Melalui proses belajar seseorang akan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih baik.

B.     Pengelolaan Kelas
Beberapa definisi mengenai pengelolaan kelas menurut para ahli adalah sebagai berikut :
Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan. (Dr. Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan siswa : 1987 : 68).
Pengelolaan kelas adalah kegiatan mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran dan menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi. (Pengelolaan belajar dan kelas, E. Komar dan Uus Rusnadi 1993 : Pengelolaan kelas adalah usaha dari pihak guru untuk menata kehidupan kelas yang dimulai daari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur dan sumber belajarnya, lingkungannya untuk memaksimalkan efisiensi, memantau kemajuan siswa dan mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul. (Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyar, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar, 1992 : 113).
Jadi, dari beberapa definisi di atas saya bisa menyimpulkan bahwa  tentang pengertian pengelolaan kelas, dapat saya simpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah kegiatan yang terencana yang sengaja dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal, membangun iklim sosio-emosional yang positif serta menciptakan suasana hubungan interpersonal yang baik. Sehingga diharapkan proses belajar dan mengajar dapat berjalan secara efektif dan efisien, sehingga tercapai tujuan pembelajaran.

C.    Perlunya Strategi Pengelolaan Kelas
Peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila proses belajar mengajar yang diselenggarakan di kelas benar-benar efektif dan berguna untuk mencapai kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diharapkan. Karena pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya, guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Adam dan Decey (dalam Usman, 2003) mengemukakan peranan guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
a. guru sebagai demonstrator
b. guru sebagai pengelola kelas
c.  guru sebagai mediator dan fasilitator
d. guru sebagai evaluator
Sebagai tenaga profesional, seorang guru dituntut mampu mengelola kelas yaitu menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya tujuan pengajaran. Menurut Amatembun (dalam Supriyanto, 1991:22) “Pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan dan mempertahankan serta mengembang tumbuhkan motivasi belajar untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan”. Sedangkan menurut Usman (2003:97) “Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif”. Pengelolaan dipandang sebagai salah satu aspek penyelenggaraan sistem pembelajaran yang mendasar, di antara sekian macam tugas guru di dalam kelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi pengelolaan kelas sangat mendasar sekali karena kegiatan guru dalam mengelola kelas meliputi kegiatan mengelola tingkah laku siswa dalam kelas, menciptakan iklim sosio emosional dan mengelola proses kelompok, sehingga keberhasilan guru dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan, indikatornya proses belajar mengajar berlangsung secara efektif.
Cara agar pembelajaran di kelas menjadi menyenangkan adalah guru sebagai pendidik harus mampu memiliki keikhlasan yang tinggi dalam mengajar. Setelah ikhlas tumbuh di hati, maka akan terlihatlah kebahagiaan seorang guru. Guru pun menjadi senang. Ketika guru senang, maka akan terlihat wajah yang penuh dengan senyuman. Dari wajah yang penuh senyuman manis inilah pembelajaran yang menyenangkan dimulai.
 Sering kali guru kurang memperhatikan hal yang kecil ini. Terlalu menganggap media pembelajaranlah yang membuat pembelajaran itu menjadi menyenangkan. Bukan karena senyuman atau kebahagiaan seorang guru. Beberapa tips yang dapat menjadi panduan dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan:
1.      Ciptakan iklim yang nyaman buat anak didik Anda
Iklim yang nyaman akan menghilangkan kecanggungan siswa, baik sesama guru maupun antar siswa sendiri. Hal ini juga bisa mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan, sehingga komunikasi antara pendidik dan anak didik dapat terbangun. Sebagai pengajar, Anda dapat menjelaskan kepada siswa bahwa tidak akan ada siswa lain yang akan mengejek ketika ia bertanya. Beri motivasi kepada siswa bahwa dengan bertanya, akan memudahkannya untuk lebih mengetahui tentang sesuatu hal daripada hanya diam mendengarkan.

2.      Dengarkan dengan serius setiap komentar atau pertanyaan yang diajukan oleh siswa Anda.
Jika siswa Anda mengajukan pertanyaan, sebisa mungkin fokus dan memperhatikannya. Meski sederhana, hal ini akan menumbuhkan kepercayaan diri siswa karena ia merasa diperhatikan. Seringkali siswa merasa kurang percaya diri sehingga enggan untuk memberikan kontribusi di dalam kelas.

3.      Beri pertanyaan yang mudah dijawab
Jika hal di atas belum juga berhasil untuk mengajak siswa memberikan komentar atau pertanyaan, giliran Anda untuk mengajukan pertanyaan memancing yang bisa membuat anak didik Anda tidak lagi bungkam di dalam kelas. Pastikan pertanyaan Anda mampu dijawab oleh siswa, sehingga saat menjawab secara tidak langsung melatih siswa untuk berbicara.

4.      Biarkan siswa mengetahui pelajaran sebelum kelas dimulai
Minta agar para siswa mempelajari bahan yang nantinya akan Anda tanyakan. Sehingga, ia akan mempersiapkannya terlebih dulu. Jika saat anda bertanya dan para siswa tidak merespon, ubah format pertanyaan anda yang hanya membutuhkan jawaban "ya" atau "tidak".

5.      Jangan ragu memberikan pujian kepada siswa
Anda juga bisa mencoba dengan memuji setiap komentar yang diajukan oleh anak didik Anda. Misalnya, "Oh, itu ide yang sangat bagus" ,atau "Pertanyaan kamu bagus, itu tidak pernah saya pikirkan sebelumnya”.

D.    Peran Guru dalam Strategi Pengelolaan Kelas
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa.[4]
Dan jika guru tidak memiliki kompetensi pengelolaan kelas yang baik proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan optimal karena kompetensi sangat diperlukan dalam pengelolaan kelas. Pengaruh kemampuan guru dalam pengelolaan kelas terhadap keberhasilan belajar siswa. Guru yang mempunyai kemampuan pengelolaan kelas yang baik akan meningkatkan potensi belajar siswa, mutu pendidikan dan tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Serta mutu proses pembelajaran, hal ini tergantung dari kemampuan guru dalam penyampaian materi kepada siswa. Dan jika guru tidak mempunyai kemampuan pengelolaan kelas yang baik, akan mengakibatkan  prestasi belajar siswa rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan dan akan menghambat proses belajar mengajar, karena kondisi kelas yang kurang optimal.
Pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya, guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Adam dan Decey (dalam Usman, 2003) mengemukakan peranan guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: (a) guru sebagai demonstrator, (b) guru sebagai pengelola kelas, (c) guru sebagai mediator dan fasilitator dan (d) guru sebagai valuator.
a.      Guru Sebagai Demonstrator
Guru menjadi sosok yang ideal bagi siswanya hal ini dibuktikan apabila ada orang tua yang memberikan argumen yang berbeda dengan gurunya maka siswa tersebut akan menyalahkan argumen si orangtua dan membenarkan seorang guru. Guru adalah acuan bagi peserta didiknya oleh karena itu segala tingkah laku yang dilakukannya sebagian besar akan ditiru oleh siswanya. Guru sebagai demonstrator dapat diasumsikan guru sebagai tauladan bagi siswanya dan contoh bagi peserta didik.
b.      Guru Sebagai Evaluator
Evaluator atau menilai sangat penting adalah rangkaian pembelajaran karena setiap pembelajaran pada akhirnya adalah nilai yang dilihat baik kuantitatif maupun kualitatif. Rangkaian evaluasi meliputi persiapan, pelaksanaan, evaluasi. Tingkat pemikiran ada beberapa tingkatan antara lain :
Mengetahui - Mengerti - Mengaplikasikan - Analisis - Sintesis (analisis dalam berbagai sudut) – Evaluasi
Manfaat evaluasi bisa digunakan sebagai umpan balik untuk siswa sehingga hasil nilai ini bukan hanya suatu point saja melainkan menjadi solusi untuk mencari kelemahan di pembelajaran yang sudah diajarkan. Hal -hal yang paling penting dalam melaksanakan evaluasi. Harus dilakukan oleh semua aspek baik efektif, kognitif dan psikomotorik. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan pola hasil evaluasi dan proses evaluasi. Evalusi dilakukan dengan berbagai proses instrumen harus terbuka
c.       Guru Sebagai Pengelola Kelas
Mengatur kelas, tanpa kemampuan ini maka performence dan karisma guru akan menurun, bahkan kegiatan pembeajaran bisa kacau tanpa tujuan. Guru Sebagai Pengelola Kelas, agar anak didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya. Beberapa fungsi guru sebagai pengelola kelas : Merancang tujuan pembelajaran mengorganisasi beberapa sumber pembelajaran Memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa. Ada 2 macam dalam memotivasi belajar bisa dilakukan dengan hukuman atau dengan reaward Mengawasi segala sesuatu apakah berjalan dengan lancar apa belum dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran
d. Guru Sebagai Fasilitator
Seorang guru harus dapat menguasai benar materi yag akan diajarkan juga media yang akan digunakan bahkan lingkungan sendiri juga termasuk sebagai sumber belajar yang harus dipelajari oleh seorang guru. Seorang siswa mempunyai beberapa kemampuan menyerap materi berbeda-beda oleh karena itu pendidik harus pandai dalam merancang media untuk membantu siswa agar mudah memahami pelajaran. Keterampilan untuk merancang media pembelajaran adalah hal yang pokok yang harus dikuasai, sehingga pelajaran yang akan diajarkan bisa dapat diserap dengan mudah oleh peserta didik. Media pembelajaran di dalam kelas sangat banyak sekali macamnya misalkan torsu, chart maket, LCD, OHP/OHT, dll.[5]

Dalam melakukan pembelajaran seorang guru juga harus mempunyai pendekatan, pendekatan tersebut di antaranya yaitu:

1. Pendekatan konstektual
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti.

2. Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang lebih menekankan pada tingkat kreativitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang dapat diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan.  Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai pembimbing dan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. oleh karena itu, guru lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide baru yang sesuai dengan materi yang disajikan untuk meningkatkan kemampuan siswa secara pribadi.

3. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus.

4. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif menekankan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum.

5. Pendekatan Konsep
Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik menguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.

6. Pendekatan Proses
Pendekatan proses adalah pendekatan yang berorientasi pada proses bukan hasil. Pada pendekatan ini peserta didik diharapkan benar-benar menguasai proses. Pendekatan ini penting untuk melatih daya pikir atau mengembangkan kemampuan berpikir dan melatih psikomotor peserta didik. Dalam pendekatan proses peserta didik juga harus dapat mengilustrasikan atau memodelkan dan bahkan melakukan percobaan.




E.     Pengaturan Kelas
Pengaturan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas.[6] Tugas utama guru adalah menciptakan suasana di dalam kelas agar terjadi interaksi belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik dan bersungguh-sungguh. Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut menentukan berhasil tidaknya pengajaran, dalam arti tercapainya tujuan-tujuan instruksional, sangat bergantung kepada kemampuan mengatur kelas. Untuk menciptakan suasana yang dapat menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, dan lebih memungkinkan guru memberikan bimbingan dan bantuan terhadap siswa dalam belajar, diperlukan pengorganisasian kelas yang memadai. Pengorganisasian kelas adalah suatu rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif, misalnya:
1.      Pengaturan penggunaan waktu yang tersedia untuk setiap pelajaran.
2.      Pengaturan ruangan dan perabotan pelajaran di kelas agar tercipta suasana yang menggairahkan dalam belajar.
3.      Pengelompokan siswa dalam belajar disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa itu sendiri.

F.     Penerapan Suatu Sistem dalam Pengelolaan Kelas
Mengelola kelas itu merupakan pembuatan  keputusan-keputusan yang direncanakan bukan keputusan-keputusan spontan yang diambil dalam keadaan darurat jika seorang guru, dalam keadaan marah dan frustrasi menyuruh terhadap siswa kepada kepala sekolah dan di situ ditegur, mungkin  si guru telah tenang kembali merasa bahwa hukuman tersebut terlalu berat apabila telah terjadi lagi pelanggaran serupa oleh siswa lain haruskah guru berbuat seperti itu lagi? Jika demikian, ia bertindak tidak adil tetapi tidak bertindak demikian ,ia tidak konsisten biasanya antisipasi terhadap timbulnya masalah-masalah di kelas akan menolong guru dari dilema-dilema  seperti itu. Dasar dari pendekatan yaitu bahwa perilaku yang baik di kelas sebagian dapat dibentuk dengan cara memberikan ganjaran atau tidak.

1. Teknik mendekati.
    Bila seorang siswa mulai bertingkah, satu teknik yang biasanya efektif yaitu teknik mendekatinya. Kehadiran guru bisa membuatnya takut, dan karena itu dapat menghentikannya dari perbuatan yang disruptif , tanpa perlu menegur andai kata siswa mulai menampakkan kecenderungan berbuat nakal, memindahkan tempat duduknya ke meja guru dapat berefek preventif.

2. Teknik memberikan isyarat.
 Apabila siswa berbuat penakalan kecil, guru dapat memberikan isyarat bahwa ia sedang diawasi isyarat tersebut dapat berupa petikan jari, pandangan tajam, atau lambaian tangan.

3. Teknik mengadakan humor.
Jika insiden itu kecil, setidaknya guru memandang efek saja, dengan melihatnya secara humoristis, guru akan dapat mempertahankan suasana baik, serta memberikan peringatan kepada si pelanggar bahwa ia tahu tentang apa yang akan terjadi.

4. Teknik tidak mengacuhkan.
Untuk menerapkan  cara ini guru harus luwes dan tidak perlu menghukum setiap pelanggaran yang diketahuinya. Dalam kasus-kasus tertentu, tidak mengacuhkan kenakalan justru dapat membawa siswa untuk di perhatikan.

5. Teknik yang keras.
Guru dapat menggunakan teknik-teknik yang keras apabila ia di hadapkan pada perilaku disruptif yang jelas tidak tarkendalikan. Contohnya mengeluarkannya dalam kelas.

6. Teknik mengadakan diskusi secara terbuka.
Bila kenakalan di kelas mulai bertambah, sering guru menjadi heran. ia lalu menilai kembali tindakan dan pengajarannya. untuk menjelaskan perbuatan-perbuatan siswa-siswanya. Dan menciptakan suasana belajar yang sedikit lebih sesuai daripada sebelumnya.

7. Teknik memberikan penjelasan tentang prosedur.
Kadang-kadang masalah kedisiplinan ada hubungannya yang langsung dengan ketidakmampuan siswa melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Kesulitan ini terjadi apabila guru berasumsi bahwa siswa memiliki keterampilan, padahal sebenarnya tidak. masalah yang hampir sama yaitu masalah-masalah perilaku yang lazimnya berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang tidak biasa di kelas.

8.  Mengadakan analisis.
Kadang-kadang terjadi hampir terus menerus berbuat kenakalan, guru dapat mengetahui masalah yang akan dihadapinya dan mengurangi keresahan siswanya.

9. Mengadakan perubahan kegiatan.
Apabila gangguan di kelas meningkat jumlahnya, tindakan yang harus segera di ambil yaitu mengubah apa yang sedang anda lakukan. Jika biasanya diskusi, maka ubahlah dengan memberikan ringkasan-ringkasan untuk dibaca atau menyuruh mereka membaca buku-buku pilihan mereka.

10. Teknik menghimbau.
 Kadang-kadang guru sering mengatakan, “harap tenang”. Ucapan tersebut adakalanya membawa hasil; siswa memperhatikannya. Tetapi apabila himbauan sering digunakan mereka cenderung untuk tidak menggubrisnya.

G.    Matematika
Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman) atau mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan lain mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti relating  to  learning.  Perkataan  itu  mempunyai  akar  kata  mathema  yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathematein  yang  mengandung  arti  belajar  (berpikir)  (Erman  Suherman,
2003:18).
Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran (Erman Suherman, 2003:16).
Matematika terdiri dari empat wawasan yang luas, yaitu: Aritmetika, Aljabar, Geometri dan Analisis. Selain itu matematika adalah ratunya ilmu, maksudnya bahwa matematika itu tidak bergantung pada bidang studi lain.
Sementara menurut Depdiknas (2006: 346) bahwa matematika meliputi aspek-aspek bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran serta statistika dan peluang.
Senada dengan pendapat tersebut, James dan James dalam kamus matematikanya (Erman Suherman, 2003:16) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep- konsep yang berhubungan satu dengan  yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Matematika adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata cara berpikir dan mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif (Erman Suherman, 2003:298).
Menurut Johnson dan Rising dalam bukunya yang dikutip oleh Erman Suherman (2003:17) mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengkoordinasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan  akurat,  presentasinya  dengan  simbol  dan  padat,  lebih  berupa  bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Dari definisi-definisi tersebut di atas, dengan menggabungkan definisi- definisi   maka gambaran pengertian matematikapun sudah tampak. Semua definisi itu dapat diterima, karena memang dapat ditinjau dari segala aspek, dan matematika itu sendiri memasuki seluruh segi kehidupan manusia, dari segi paling sederhana sampai kepada yang paling rumit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak  dengan  struktur-struktur  deduktif, mempunyai  peran  yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

H.    Pembelajaran Matematika
Pembelajaran  matematika  bagi  para  siswa  merupakan  pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan  di antara  pengertian-pengertian  itu.  Dalam  pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman  tentang sifat-sifat  yang dimiliki  dan  yang tidak  dimiliki  dari sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal- soal uraian matematika lainnya
NCTM     (National     Coucil     of     Teachers      of     Mathematics)
merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu :
a.       Matematika sebagai pemecahan masalah.
b.      Matematika sebagai penalaran.
c.       Matematika sebagai komunikasi, dan
d.      Matematika sebagai hubungan (Erman Suherman, 2003:298).

Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan  bekerja sama.  Standar  Isi  dan  Standar  Kompetensi  Lulusan (Depdiknas, 2006:346) menyebutkan pemberian mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a.               Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasi konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
b.              Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c.               Memecahkan  masalah  yang meliputi  kemampuan  memahami  masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d.              Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan/masalah.
e.               Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu: memiliki   rasa   ingin   tahu,   perhatian,   dan   minat   dalam   pelajaran matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan    umum    pertama,    pembelajaran    matematika    pada    jenjang pendidikan  dasar  dan  menengah  adalah  memberikan  penekanan  pada penataan  latar  dan  pembentukan  sikap  siswa.  Tujuan  umum  adalah memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.
Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan (Erman Suherman, 2003:56). Pembelajaran matematika di sekolah menjadikan guru sadar akan perannya sebagai motivator dan pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah.



BAB III
PENUTUP
a.      Simpulan
Adapun yang dimaksud dengan belajar adalah proses  yang  dilakukan  seseorang  untuk mendapatkan perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Artinya belajar akan memberikan kita perubahan berupa tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan kita sehari-hari. Pengalaman dan ilmu-ilmu tersebut dapat diperoleh melalui berbagai sumber, misalnya dari buku, dari guru atau bahkan mencari sendiri dari sumber lainnya.
Dalam  belajar kita sangat membutuhkan strategi yang handal sehingga dengan strategi tersebut mampu meningkatkan hasil belajar dari siswa. Dalam hal strategi, guru merupakan orang yang wajib dalam menemukan sebuah strategi yang cocok bagi siswanya. Dengan kata lain, gurulah yang paling besar pengaruhnya dalam proses belajar mengajar.
Strategi dalam belajar mengajar juga sangat dibutuhkan bagi pelajaran matematika, karena matematika merupakan pelajaran eksak yang kebanyakan siswa kesulitan dalam mempelajarinya. Sesulit apapun suatu pelajaran akan bisa teratasi degan strategi yang baik dan sesuai.

b.      Saran
Pemakalah berharap agar kita mampu menemukan dan menggunakan strategi yang baik sehingga nantinya akan kita realisasikan di dalam kelas. Secara otomatis harapan juga timbul yaitu berharap agar siswa-siswa yang kita ajarkan suatu pelajaran dapat memahami pelajaran tersebut hingga sempurna atau maksimal.



DAFTAR PUTAKA


Slamet. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Dimayanti. Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo, 2008
Djamarah, Saiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2010




[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
[2] Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.142
[3] Sumadi Sryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), Cet.7 h. 247
[4] Slamet, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 97
[5] Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2008 Edisi Revisi) h. 28
[6] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rina Cipta, 2010, h. 172